Dr. Tri Wiratno, M.A.
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Materi Sosialisasi
Pembelajaran Bahasa Indonesia
dalam Implementasi Kurikulum 2013
1. Penjelasan Istilah
“Pembelajaran bahasa berbasis teks” juga disebut “pembelajaran
bahasa berbasis genre”. Kalau begitu, apakah
“teks” (text) sama dengan “genre”? Di
sisi lain, apabila “teks” disejajarkan dengan “wacana” (discourse), apakah “teks” dan “wacana” juga sama?
1.1 Teks
Teks
adalah satuan bahasa
yang dimediakan secara tulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk
mengungkapkan makna dalam konteks tertentu pula (Bandingkan dengan Wiratno,
2003: 3-4).
Teks
mempunyai sejumlah ciri, yaitu:
(1)
secara konkret, teks
merupakan sebuah objek, tetapi secara abstrak, teks merupakan satuan
bahasa di dalam wilayah bahasa sebagai sistem;
(2)
teks mempunyai tata
organisasi yang kohesif;
(3)
teks mengungkapkan makna;
(4)
teks tercipta pada sebuah
konteks;
(5)
teks dapat dimediakan secara
tulis atau lisan
(Wiratno, 2009: 77).
1.2 Genre
Genre dapat dipandang sebagai proses sosial dan sebagai
jenis teks. Padangan yang pertama adalah padangan genre secara luas, yaitu
latar belakang sosial dan budaya yang mendasari terciptanya teks. Adapun
pandangan yang kedua adalah pandangan genre secara sempit, yaitu jenis teks
dalam bentuk instantiasi.
1.2.1 Genre sebagai
Proses sosial
Genre dapat didefinisikan secara operasional sebagai
proses sosial yang berorientasi kepada tujuan yang
dicapai secara bertahap, (a staged, goal-oriented social process)
(Martin, 1985b; Martin, 1992). Dikatakan “sosial” karena orang menggunakan
genre untuk berkomunikasi dengan orang lain; dikatakan “berorientasi kepada
tujuan” karena orang menggunakan genre untuk mencapai tujuan komunikasi; dan
dikatakan “bertahap” karena untuk mencapai tujuan tersebut, biasanya dibutuhkan
beberapa tahap melalui pembabakan di dalam genre (Martin & Rose, 2003:
7-8).
1.2.2 Genre sebagai Jenis
Teks
(Dijelaskan
pada Nomor 5 di bawah ini)
1.3 Teks dan Wacana
Terdapat
beberapa pendapat yang menganggap bahwa teks
dan wacana berbeda. Perbedaan itu pada umumnya dilihat dari: (1)
cara memediakan, (2) ada tidaknya konteks, (3) kontras antara proses dan
produk, serta (4) kontras antara bentuk dan makna.
Dilihat dari cara
memediakan, teks dibedakan dengan wacana dalam hal bahwa teks dimediakan secara
tulis, sedangkan wacana dimediakan secara lisan. Pendapat seperti itu
menegaskan bahwa teks adalah serangkaian kalimat yang diungkapkan secara tulis
yang ditandai oleh kohesi gramatikal; sedangkan wacana adalah penggunaan
kalimat-kalimat tersebut dalam bentuk tuturan lisan yang menghasilkan koherensi
gramatikal (Widdowson, 1973; Widdowson, 2007; Coulthard, 1985).
Berdasarkan konteks,
dibedakan bahwa teks belum disertai konteks, sedangkan wacana berada dalam
konteks. Teks diasosiasikan dengan “a
strech of language interpreted formally, without context”, sedangkan wacana
diasosiasikan dengan “a strech of
language percieved to be meaningful, unified, and purposive” (Cook, 1989:
156, 158). Wacana adalah teks yang disertai konteks (Hoey, 2001). Pada
pandangan ini, rupanya konteks dianggap menentukan makna.
Dari segi produk dan
proses, persoalan terletak pada penciptaannya, yaitu teks dilihat
sebagai “produk yang terjadi pada suatu waktu”
dan wacana dilihat sebagai “proses yang sedang berlangsung dalam waktu”
(Matthiessen, Teruya, & Lam, 2010: 218-219). Sebagai produk, teks merupakan
instantiasi hasil penataan pola-pola gramatika. Sebagai proses, teks merupakan
sedang-berlangsungnya pemilihan
leksiko-gramatika yang menunjukkan
pola-pola penataan tertentu untuk menciptakan makna. Karena pola-pola itu
teratur dan berkembang dalam waktu tertentu, muncullah jenis-jenis teks. Jenis-jenis teks yang sama
mempunyai pola yang sama sebagaimana tercermin pada struktur teks jenis-jenis
teks tersebut.
Jelas bahwa teks dan
wacana berbeda dalam hal bahwa teks mengacu kepada produk, sedangkan wacana
mengacu kepada proses. Pada teks sebagai produk belum didapatkan makna.
Sebaliknya, pada wacana sebagai proses, pembaca menemukan makna dari proses
interaksi antara diri pembaca dan teks yang dibaca.
Adapun
dilihat dari segi bentuk dan makna, teks dan wacana berbeda dalam hal bahwa teks mengacu secara formal kepada
bentuk fisik dari peristiwa
komunikasi, sedangkan wacana
mengacu secara fungsional kepada makna sebagai hasil dari interpretasi terhadap peristiwa
komunikasi tersebut dalam konteks (Bandingkan dengan Nunan, 1993: 5-7). Peristiwa komunikasi itu dapat
berupa kotbah, percakapan, transaksi jual beli, puisi, novel, poster, iklan,
dan berita. Di pihak lain, teks didefinisikan sebagai “a technical term, to refer to the verbal record of a communicative act”
(Brown & Yule, 1983: 6); sedangkan wacana adalah “communicative events involving language in context” (Nunan, 1993:
118). Wacana tidak tampak secara fisik, tetapi wacana itu sendiri merupakan
manifestasi dari teks yang tampak secara fisik (Tanskanen, 2006: 3).
2. Teori Kebahasaan
sebagai Dasar Pembelajaran/ Pengajaran Bahasa
Pembelajaran dan pengajaran bahasa yang dilaksanakan di
suatu negara didasarkan pada teori kebahasaan tertentu. Menurut Richards dan Rodgers
(2001), secara garis besar terdapat tiga kelompok teori
kebahasaan yang mendasari pembelajaran dan
pengajaran bahasa di dunia, yaitu teori struktural (structural view), teori
fungsional (functional view), dan
teori interaksionis (interactionist view).
Pada teori struktural, dikatakan bahwa bahasa
merupakan suatu sistem tentang unsur-unsur struktural yang saling berkaitan
untuk menyatakan makna. Pada pandangan ini, pembelajaran bahasa dilihat sebagai
penguasaan unsur-unsur struktural (termasuk di dalamnya adalah fonologi,
bentuk-bentuk gramatika, unsur-unsur leksikal, dan sebagainya).
Pada teori fungsional, bahasa
dipandang sebagai alat
untuk mengungkapkan makna yang sesuai dengan fungsi yang dikehendaki. Teori ini
lebih menekankan unsur-unsur semantik dan komunikatif daripada unsur-unsur
struktural dan gramatikal. Menurut pandangan ini, pembelajaran bahasa menitikberatkan
‘kandungan bahasa’ yang lebih didasarkan pada fungsi dan makna ketimbang pada
elemen-elemen struktural dan gramatikal.
Pada teori interaksionis, bahasa digunakan sebagai
alat untuk merealisasikan hubungan antarmanusia. Dengan demikian, bahasa
dilihat sebagai perwujudan usaha yang dilakukan oleh penggunanya untuk
melangsungkan interaksi sosial.
Sesungguhnya masih terdapat teori lain lagi yang telah
banyak diterapkan sejak akhir tahun 1980-an, yaitu teori Linguistik Sistemik
Fungsional (LSF) sebagai induk secara umum (Halliday, 1985; Halliday &
Matthiessen, 2004) dan teori genre secara khusus (Martin, 1985; Martin, 1992).
Pada teori ini, bahasa selalu digunakan dalam wujud teks yang dilingkupi oleh
konteks situasi dan konteks budaya. Mengajarkan bahasa berarti mengajarkan cara
menggunakan bentuk-bentuk bahasa untuk mengungkapkan diri sendiri, dunia di
sekitar, pengalaman, serta nilai-nilai sosial atau nilai-nilai budaya.
3. Pendekatan, Metode,
Teknik
Dalam
pengajaran bahasa, pendekatan, metode,
dan teknik merupakan tiga komponen yang sangat erat berhubungan. Ketiga
komponen itu bahkan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan
(Anthony, 1963; Lihat pula ulasan Richards & Rodgers, 1982; Richards &
Rodgers, 2001). Richards & Rodgers menginterpretasikan satu kesatuan
ini dengan menggunakan empat istilah: metoda, pendekatan, disain, dan prosedur.
Bagi mereka, metoda menempati posisi yang paling atas dan membawahi ketiga
lainnya.
3.1 Pendekatan
Pendekatan ialah cara memandang pengajaran dan
pembelajaran bahasa atas dasar asumsi terhadap hakikat bahasa. Secara
aksiomatis, pendekatan membentangkan peta tentang apa yang akan diajarkan
kepada pembelajar (Anthony, 1963: 64). Dengan kata lain, pendekatan berkenaan
dengan filsafat atau teori kebahasaan yang mendasari pengajaran yang akan
dilaksanakan di depan kelas. Seperti akan
disajikan di bawah ini, Pendekatan Mengajar Berbasis Teks dilandasi oleh LSF
yang dirintis oleh M.A.K. Halliday, dan lebih khusus lagi teori genre yang
dikemukakan oleh J.R. Martin.
Telah dinyatakan di atas bahwa hingga saat ini, teori
kebahasaan yang mendasari kegiatan pengajaran dan pembelajaran bahasa di duniia
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu teori struktural, teori fungsional, dan teori interaksionis. Akan tetapi,
kenyataan bahwa dimungkinkan bahwa teori kedua dan ketiga digabungkan.
Sebagaimana diuraikan di bawah ini, penggabungan itu terjadi misalnya pada
Pendekatan Komunikatif (Communicative
Approach).
3.2 Metode
Metode
ialah tata cara penyajian materi yang bersifat prosedural (Anthony, 1963: 65).
Apabila di satu sisi pendekatan berkenaan dengan teori tertentu yang digunakan
sebagai pijakan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, di sisi lain,
metode berkenaan dengan penerapan
teori tadi sesuai dengan tataran kebahasaan yang dipilih, tujuan yang akan
dicapai, penentuan ketrampilan berbahasa yang dirpioritaskan, isi materi yang
akan diajarkan, dan susunan (urutan) yang ditentukan untuk menyampaikan isi
materi itu.
Dari keterangan di atas, dapat digarisbawahi bahwa bagian-bagian yang
ada pada metode
tidak akan saling berkontradiksi, dan di dalam satu pendekatan dimungkinkan
terdapat berbagai macam metode.
Sebagai contoh,
dapat disebutkan bahwa di bawah payung teori
struktural lahirlah antara lain Pendekatan
Oral (Oral
Approach)
atau Pendekatan Situasional (Situational Approach), Metode Penerjemahan Tata Bahasa (Grammar-Translation Method), Metode Audiolingual (Audiolingual Method), Metode
Respons Fisik Total (Total
Physical Response),
dan Metode Diam (Silent
Way). Perlu
dicatat bahwa untuk kedua nama yang disebut pertama, istilah pendekatan dan
metode sering dipertukarkan.
Di bawah teori
fungsional lahirlah Pendekatan Alamian (Natural Approach), konsep Silabus Nosional dan Fungsional (Notional and Functional
Syllabus)
(misalnya oleh Wilkins, 1976), konsep
pengajaran ESP (English for Specific
Purposes), dan konsep-konsep pengajaran bahasa yang didasarkan pada
kebutuhan pembelajar (needs analysis). Pada nama Pendekatan Alamiah, pengertian pendekatan dan
metode dipertukarkan.
Pendekatan Komunikatif (Communicative
Approach) dapat dogolongkan ke dalam
pendekatan yang lahir dari teori fungsional, meskipun sesungguhnya metoda ini
tidak hanya diformulasikan dari teori
kebahasaan tersebut, dan
lebih merupakan gabungan antara teori
fungsional dan teori
interaksional. Selain itu, perlu dikemukakan kembali bahwa istilah communicative yang dipakai pada metode/pendekatan ini sebenarnya tidak
diturunkan dari teori Chomsky (1965) tentang linguistic competence, yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh
penutur untuk dapat memproduksi kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal,
tetapi dari teori Hymes (1972, 1979) mengenai communicative competence dan teori Halliday (1970, 1975) tentang language use and function–yaitu teori
yang menekankan bahwa terdapat seperangkat pengetahuan dan kemampuan yang
dibutuhkan oleh penutur untuk dapat berkomunikasi sesuai dengan fungsi yang diemban
oleh bahasa.
Pada lingkup teori interaksional,
lahirlah beberapa metode
antara lain Pendekatan Analisis
Wacana Kelas (Classroom Discourse Analysis) (misalnya, Christie, 2002) dan Pendekatan Analisis
Percakapan (Conversational Analysis).
Di sini, pengertian pendekatan dan metode juga
dipertukarkan.
Dari teori yang terakhir, SFL dan genre, Pendekatan
Mengajar Berbasis Teks diformulasikan. Teori SFL oleh alliday dan teori genre
oleh Martin beserta koleganya inilah yang mendasari lahirnya pendekatan mengajar
berbasis teks yang disebut Genre Based
Approach (Martin, 1985; Martin, 1992; Martin, 1997; Martin, 2009; Christie
& Martin, Eds., 1997; Martin & Rose, 2008; Rose & Martin, 2012).
3.3 Teknik
Teknik bersifat implementasional. Artinya, teknik berurusan dengan cara, strategi, atau taktik pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar
di kelas (Anthony, 1963: 66) untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah
ditentukan. Teknik harus sejalan dengan metode yang dipilih dan sekaligus seirama dengan
pendekatan. Dengan demikian, seperti telah diutarakan di atas, pendekatan,
metode, dan teknik merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Berbagai teknik dapat diterapkan di kelas, misalnya
ceramah, pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja
kelompok, kerja berpasangan, bercerita, permainan, penerjemahan, role play, dan teknik apa pun yang
sesuai dengan perkembangan situasi di kelas.
4. Pembelajaran Bahasa
Berbasis Teks/Genre
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan
dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks,
bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, (2)
penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk
mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa
yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena bentuk bahasa yang
digunakan itu mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan (4)
bahasa merupakan sarana pembentukan
kemampuan berpikir manusia, dan cara berpikir
seperti itu direalisasikan melalui struktur teks (Prawacana, Bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik, 2013).
Telah disebutkan di atas bahwa teks adalah satuan bahasa
yang mengandung makna, pikiran, dan gagasan yang lengkap secara kontekstual.
Teks tidak selalu berwujud bahasa tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya
teks Pancasila yang sering dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud
baik tulis maupun lisan, bahkan dalam multimoda, teks dapat berwujud perpaduan
antara teks lisan atau tulis dan gambar/animasi/film.
Teks itu sendiri memiliki dua unsur utama, yaitu konteks
situasi dan konteks budaya. Konteks situasi berkenaan dengan penggunaan bahasa
yang di dalamnya terdapat register yang melatarbelakangi lahirnya teks, yaitu
adanya sesuatu (pesan, pikiran, gagasan, ide) yang hendak disampaikan (field); sasaran atau partisipan yang
dituju oleh pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu (tenor); dan format bahasa yang digunakan untuk menyampaikan atau
mengemas pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu (mode). Terkait dengan format bahasa tersebut, teks dapat
diungkapkan ke dalam berbagai jenis, misalnya deskripsi, laporan, prosedur,
eksplanasi, eskposisi, diskusi, naratif, cerita petualangan, anekdot, dan
lain-lain.
Konteks yang kedua adalah konteks situasi dan konteks
budaya masyarakat tutur bahasa yang menjadi tempat jenis-jenis teks tersebut
diproduksi. Konteks situasi merupakan konteks yang terdekat yang menyertai
penciptaan teks, sedangkan konteks sosial atau konteks budaya lebih bersifat
institusional dan global.
Terdapat perbedaan antara satu jenis teks dan jenis teks
lainnya. Perbedaan dapat terjadi, misalnya, pada struktur teks. Sebagai contoh,
teks deskripsi dan teks prosedur memiliki struktur yang berbeda, meskipun kedua
teks tersebut termasuk ke dalam kategori teks faktual. Apabila teks deskripsi
memiliki ciri tidak terstruktur dan tidak bersifat generalisasi, teks prosedur
justru bersifat terstruktur dan dapat digeneralisasi. Struktur teks deskripsi
terdiri atas pernyataan umum^bagian/aspek
yang dideskripsikan (tanda ^ berarti “diikuti oleh”), sedangkan struktur
teks prosedur terdiri atas tujuan^langkah-langkah.
Lebih jauh lagi, teks deskripsi dan teks prosedur
tersebut berbeda dengan teks cerita/naratif. Kedua jenis teks yang pertama
tergolong ke dalam kategori teks faktual, sedangkan teks cerita/naratif
tergolong ke dalam kategori teks sastra atau fiksi. Berbeda dengan struktur
teks deskripsi atau prosedur, struktur teks cerita/naratif adalah abstrak^orientasi^komplikasi^ evaluasi^resolusi^koda. Demikian pula, teks laporan, teks eksplanasi, teks
eskposisi, teks diskusi, dan teks-teks jenis lain mempunyai struktur teks yang
berbeda-beda.
Struktur teks membentuk struktur berpikir, sehingga di
setiap penguasaan jenis teks tertentu, siswa akan memiliki kemampuan berpikir
sesuai dengan struktur teks yang dikuasainya. Dengan berbagai macam teks yang
dikuasainya, siswa akan mampu menguasai berbagai struktur berpikir. Bahkan,
satu topik tertentu dapat disajikan ke dalam jenis teks yang berbeda dan tentunya
dengan struktur berpikir yang berbeda pula. Hanya
dengan cara itu, siswa kemudian dapat mengonstruksi ilmu pengetahuannya melalui
kemampuan mengobservasi, mempertanyakan, mengasosiasikan, menganalisis, dan
menyajikan hasil analisis secara memadai (Prawacana,
Bahasa Indonesia
Ekspresi Diri dan Akademik, 2013).
Selain itu, secara garis besar teks dapat dipilah atas
teks sastra dan teks nonsastra. Teks sastra dikelompokkan ke dalam teks naratif
dan nonnaratif. Adapun teks nonsastra dikelompokkan ke dalam teks jenis faktual
yang di dalamnya terdapat subkelompok teks laporan dan prosedur dan teks
tanggapan yang dikelompokkan ke dalam subkelompok teks transaksi dan eksposisi.
Dengan memperhatikan jenis-jenis teks di atas, termausuk unsur utama yang harus
ada di dalam teks, melalui pembelajaran bahasa berbasis teks, materi sastra dan
materi kebahasan dapat disajikan.
Pada pengajaran dan pembelajaran berbasis teks, terdapat
empat tahap yang harus ditempuh (Rose & Martin, 2012), yaitu:
(1)
tahap pembangunan konteks,
(2)
tahap pemodelan teks,
(3)
tahap pembuatan teks secara
bersama-sama,
(4)
tahap pembuatan teks secara
mandiri.
Keempat tahap itu berlangsung secara siklus. Guru dapat
memulai kegiatan belajar-mengajar dari tahap mana pun, meskipun pada umumnya
tahap-tahap itu ditempuh secara urut. Selain itu, apabila kegiatan
belajar-mengajar mengalami kesulitan pada tahap tertentu, misalnya pembuatan
teks secara bersama-sama, guru boleh mengarahkan siswa untuk kembali kepada
tahap pemodelan.
Setiap pelajaran pada buku Bahasa Indonesia untuk siswa yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan terdapat tiga kegiatan belajar. Kegiatan
Belajar 1 berkenaan dengan tahap pembanguan konteks yang dilanjutkan dengan
pemodelan. Pembangunan konteks dimaksudkan sebagai langkah-langkah awal yang
dilakukan oleh guru bersama siswa untuk mengarahkan pemikiran ke dalam pokok
persoalan yang akan dibahas pada setiap pelajaran. Tahap pemodelan adalah tahap
yang berisi tentang pembahasan teks yang diberikan sebagai model pembelajaran.
Pembahasan diarahkan kepada semua aspek kebahasaan yang membentuk teks itu
secara keseluruhan. Tahap pembangunan teks secara bersama-sama dilaksanakan
pada Kegiatan Belajar 2. Pada tahap ini siswa bersama-sama siswa lain dan guru
sebagai fasilitator menyusun kembali teks seperti yang ditunjukkan pada model. Tugas-tugas yang diberikan berupa semua aspek
kebahasaan yang sesuai dengan ciri-ciri yang dituntut pada jenis teks yang
dimaksud. Adapun Kegiatan Belajar 3 diharapkan merupakan kegiatan belajar mandiri.
Pada tahap ini, siswa diharapkan dapat mengaktualisasikan diri dengan
menggunakan teks sesuai dengan jenis dan ciri-ciri seperti yang ditunjukkan
pada model
(Prawacana, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013).
5. Jenis-jenis Teks
Genre sebagai jenis teks, dapat diolongkan menjadi genre
faktual dan genre fiksi atau rekaan. Genre faktual adalah jenis teks yang
dibuat berdasarkan kejadian, peristiwa, atau keadaan nyata yang berada di
sekitar lingkungan hidup. Genre fiksi adalah jenis teks yang dibuat berdasarkan
imajinasi, bukan pada kenyataan yang sesungguhnya.
Genre faktual meliputi: laporan, deskripsi, prosedur,
rekon (recount), eksplanasi,
eksposisi, dan diskusi. Di pihak lain, genre fiksi mencakup: rekon, anekdot, cerita/narartif,
dan eksemplum.
5.1 Jenis Teks Faktual
Genre faktual adalah genre yang
dihasilkan berdasarkan kenyataan, yang
meliputi: deskripsi, laporan, prosedur, penceritaan, eksplanasi, eksposisi, dan diskusi. Sementara itu, genre cerita adalah genre fiksi yang
dihasilkan berdasarkan rekaan. Genre cerita meliputi penceritaan, anekdot (anecdote), eksemplum (exemplum), dan naratif (narrative).
5.1.1 Laporan
Teks laporan mempunyai fungsi sosial untuk membuat
klasifikasi mengenai sesuatu. Dengan klasifikasi, hal yang dilaporkan itu dapat
digolongkan ke dalam kelas atau subkelas tertentu. Adapun struktur teks yang
digunakan adalah “Pernyataan Umum atau Klsifikasi^ Anggota/Aspek yang Dilaporkan”.
Pernyataan Umum atau
Klasifikasi
Anggota/Aspek yang
Dilaporkan
|
Harimau
Harimau (Panthera tigris) digolongkan ke dalam mamalia,
yaitu binatang yang menyusui. “Kucing besar” itu adalah hewan pemangsa dan
pemakan daging.
Harimau dapat mencapai tinggi 1,5 meter, panjang 3,3 meter, dan
berat 300 kilogram. Bulunya berwarna putih dan cokelat keemas-emasan dengan
belang atau loreng berwarna hitam. Gigi taringnya kuat dan tajam untuk
mengoyak daging. Kakinya berjumlah empat dengan cakar yang kuat untuk
menerkam mangsanya.
Harimau mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Harimau
dapat hidup di hutan, padang rumput, dan daerah payau atau hutan bakau. Di
Indonesia harimau dapat ditemukan di hutan dan hutan bakau di Pulau Sumatera
dan Jawa.
Harimau termasuk hewan penyendiri, tetapi mempunyai wilayah yang
amat luas untuk berburu mangsa. Wilayahnya dapat mencapai kawasan perdesaan.
Populasi harimau cenderung menurun karena sering diburu manusia. Oleh karena
itu, harimau saat ini termasuk binatang yang dilindungi pemerintah agar tidak
punah.
Harimau menjadi pusat perhatian dalam dunia sastra, seni, dan olahraga.
Harimau sering dijadikan tokoh dalam cerita rakyat, objek untuk foto atau
gambar, dan maskot dalam olahraga.
|
(Dari: Bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik, 2013: 18)
5.1.2 Deskripsi
Fungsi sosial teks deskripsi adalah untuk menguraikan
sesuatu secara individual menurut ciri-ciri fisiknya. Untuk itu, struktur teks
yang digunakan untuk mengorganisasikannya adalah “Pernyataan Benda yang
Dideskripsikan^Bagian yang Dideskripsikan”.
Pernyataan Benda yang Dideskripsikan
Bagian-Bagian yang Dideskripsikan
|
Harimau di Kebun
Binatang A
Harimau
yang ada di Kebun Binatang A berbeda dengan harimau pada umumnya. Harimau
yang diberi nama “Gagah” itu tidak tampak gagah.
Badannya
kurus, matanya tidak tajam, dan keadaannya lemas seakan-akan empat kakinya
tidak sanggup menopang tubuhnya untuk berdiri tegak. Rupanya Gagah tidak
terawat. Binatang pemangsa itu tampak kurang makan. Kecuali itu, Gagah tidak
tampak buas. Ia juga tidak memperhatikan bahwa di sekitar kandangnya terdapat
banyak pengunjung yang melihatnya. Gagah tampak lesu dan malas bergerak.
Gagah hanya diam meskipun situasi di sekitarnya hiruk-pikuk.
Kandangnya pun tidak nyaman untuk Gagah. Lantainya kotor,
dindingnya kusam, atapnya bocor, dan pintunya yang terbuat dari besi itu juga
tidak kukuh.
|
(Dari: Bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik, 2013: 171)
5.1.3 Prosedur
Teks yang tergolong ke
dalam genre ini mempunyai fungsi sosial untuk memberikan petunjuk mengenai cara
mengerjakan sesuatu. Petunjuk itu merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh
agar pekerjaan itu dapat diselesaikan. Pada petunjuk pengerjaan sesuatu atau
pengoperasian sebuah alat, langkah-langkah yang dimaksud merupakan
langkah-langkah bersyarat, yaitu langkah-langkah yang terdahulu menentukan
langkah-langkah yang kemudian, sehingga apabila langkah-langkah itu tidak
ditempuh secara urut, barang yang dibuat itu tidak jadi atau alat yang
dioperasikan tersebut tidak dapat beroperasi. Teks prosedur mempunyai struktur
teks sebagai berikut: “Tujuan^Langkah-langkah”.
Tujuan
Langkah-langkah
|
Cara Menggunakan Kartu ATM
Kartu ATM adalah
salah satu fasilitas penting bagi nasabah sebuah bank. Dengan kartu ATM,
seorang nasabah bisa dengan mudah melakukan transaksi penting. Transaksi
penting melalui ATM itu, antara lain, adalah
(1) transfer uang
antarbank, baik bank yang sama maupun yang berbeda;
(2) penarikan uang
tunai;
(3) pembayaran
tagihan, misalnya listrik atau telepon;
(4) pengecekan
saldo tabungan;
(5) belanja atau
pembayaran di kasir di tempat-tempat tertentu, misalnya swalayan;
(6) pengisian pulsa
telepon seluler;
(7) pembayaran
tiket pesawat.
1.
Perhatikan panduan ini baik-baik agar
tujuan menggunakan ATM tercapai.
2.
Setelah memasuki ruang mesin ATM, masukkan
kartu ATM (lihat jangan sampai terbalik, bagian sisi kiri yang harus
dimasukkan terlebih dahulu). Pada kartu ATM tertentu biasanya ada tanda
panah. Tanda panah itulah sisi yang harus dimasukkan terlebih dahulu. Setelah
memasukkan kartu ATM, tunggu 54 Kelas X
sampai layar meminta pilih bahasa.
Jika ingin menggunakan bahasa Indonesia, pilihlah bahasa Indonesia.
3. Kemudian,
Anda masukkan nomor PIN (personal identification number) rahasia Anda setelah
di layar tertera masukkan nomor PIN Anda. Pastikan jangan sampai ada yang
mengintip, sebaiknya rapatkan tubuh Anda ke mesin ATM. Setelah memasukkan
nomor PIN dengan benar, pilihlah transaksi yang diinginkan dengan menekan
tombol yang ada di sisi layar lurus dengan menu transaksi yang ingin dipilih,
misalnya penarikan tunai atau transaksi lainnya untuk melihat
layanan transaksi yang lain. Ikuti perintah selanjutnya sesuai dengan yang
tertera di layar. Masukkan jumlah uang yang akan ditarik (kelipatan
Rp50.000,00 atau Rp100.000,00) jika Anda ingin menarik uang. Anda tidak bisa
menarik uang dari ATM dengan jumlah, seperti Rp22.750. Berbeda dengan saat
Anda mentransfer uang, jumlah berapa saja dimungkinkan. Ambillah uang yang
keluar dari lubang uang yang ada di bagian bawah. Jika tidak diambil, mesin
ATM akan menunggu perintah Anda selanjutnya. Adakalanya di ATM bank yang
berbeda pada transaksi penarikan uang justru Anda diminta mengambil kartu ATM
terlebih dahulu. Perhatikan saja perintah yang ada di layar.
4.
Jika transaksi selesai, jawablah pertanyaan
bahwa Anda selesai bertransaksi sesuai dengan menu yang tertera di layar.
Tunggu sampai keluar kertas bukti transaksi dan ambil. Pada transaksi
penarikan uang adakalanya mesin ATM tidak mengeluarkan tanda bukti.
Perhatikan saja keterangan yang tertera di layar. Setelah itu, kartu akan
keluar dengan sendirinya. Ambil kartu Anda dan transaksi berhasil.
|
(Bahasa
Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 53-54)
5.1.4 Rekon
Fungsi sosial teks rekon
adalah untuk mebangkitkan atau menghidupkan pengalaman nyata di masa lampau
agar tercipta semacam hiburan bagi pembaca atau pendengar. Dengan teks
penceritaan, pencipta teks dapat berbagi pengalaman dengan pembaca atau
pendengar. Teks penceritaan disusun dengan tata organisasi “Orientation^ Urutan
Peristiwa^Reorientasi”. Pada struktur teks tersebut, “Reorientasi” merupakan
tahap struktur yang bersifat pilihan.
Orientasi
Urutan Peristiwa
Reorientasi
(Pilihan)
|
Pariwisata ke Parang Tritis
Minggu lalu, saya dan keluarga saya berpariwisata ke
Parang Tritis. Parang Tritis adalah pantai di Samodra Indonesia yang terletak
di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pagi-pagi betul, kami semua telah dibangunkan. Sebelum
berangkat, ibu mempersiapkan makanan untuk bekal, ayah memanasi mobil, saya
dan adik saya menyiapkan kebutuhan kami masing-masing.
Di Parang Tritis, kami bermain-main di hamparan pasir.
Kami berkejar-kejaran. Kemudian, kami bermain layang-lanyang. Setelah itu,
kami naik kuda, mengelilingi pantai.
Begitu matahari condong ke barat, kami semua lelah. Tiba
saatnya kami membuka bekal dan makan bersama.
Meskipun lelah, kami semua merasa berbahagia.
|
5.1.5 Eksplanasi
Teks eksplanasi mempunyai
fungsi sosial untuk menjelaskan proses
terjadinya sesuatu menurut prinsip-prinsip sebab-akibat. Untuk memenuhi fungsi tersebut, teks eksplanasi disusun
dengan struktur teks “Pernyataan Umum^Urutan alasan Logis”.
Pernyataan
Umum
Urutan
Sebab-Akibat
Urutan
Sebab-Akibat
Urutan
Sebab-Akibat
|
Bagaimana
Binatang Dapat Punah?
Binatang
tertentu menjadi langka dan terancam punah sebagai akibat dari perubahan
kondisi alam, binatang pemangsa, dan perburuan yang dilakukan oleh manusia.
Pertumbuhan
penduduk di bumi ini menimbulkan bertambahnya permukiman, pabrik,
perkantoran, dan lain-lain. Pembangunan permukiman, pabrik, dan perkantoran
itu dilakukan dengan memanfaatkan wilayah hutan tempat berbagai jenis
binatang hidup. Ketika hutan dirusak untuk tujuan-tujuan tersebut, habitat
atau wilayah tempat binatang-binatang itu hidup akan berkurang. Hal itu
menyebabkan ketersediaan pangan untuk binatang-binatang itu berkurang. Perubahan
kondisi alam yang demikian itu menyebabkan kepunahan beberapa spesies
binatang yang hidup di hutan tersebut.
Binatang
pemangsa atau predator juga dapat mengurangi jumlah spesies binatang
tertentu. Jumlah binatang terus berkurang karena binatang tertentu memangsa
binatang yang lain. Dalam habitat yang terus 176 Kelas X
menyempit, persaingan hidup di antara berbagai jenis binatang menjadi
makin ketat. Binatang yang lemah menjadi mangsa binatang yang lebih kuat.
Karena hewan tertentu memangsa binatang yang lain, jumlah binatang yang
dimangsa menjadi terus-menerus berkurang hingga akhirnya punah.
Manusia ikut menyumbang kepunahan binatang karena manusia memburu jenis
binatang tertentu tanpa kendali. Perburuan dilakukan untuk mendapatkan daging
untuk dimakan oleh manusia atau untuk tujuan perdagangan binatang secara
tidak sah atau untuk dibunuh agar bagian tubuhnya dapat dijual dengan harga
mahal. Misalnya, gajah diburu untuk diambil gadingnya, harimau diburu untuk
diambil kulitnya, kura-kura diburu untuk diambil cangkangnya. Jumlah binatang
itu terus berkurang. Perburuan binatang secara tidak terkendali dapat
menyebabkan jenis binatang tertentu punah.
|
(Bahasa
Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 174-175)
5.1.6 Eksposisi
Teks eksposisi adalah teks
yang berisi gagasan pribadi atau usulan mengenai sesuatu. Teks eksposisi juga
sering disebut argumentasi satu sisi. Dikatakan demikian karena pencipta teks
ini mempertahankan gagasan atau usulannya berdasarkan argumentasi yang ia
yakini benar tanpa membandingkannya dengan argumentasi dari pihak lain.
Terdapat dua macam
eksposisi, yaitu eksposisi analitis dan eksposisi hortatoris. Sesuai dengan
kedua jenis eksposisi tersebut, fungsi sosial teks eksposisi adalah untuk
mengajukan argumentasi bahwa sesuatu itu benar adanya (untuk eksposisi
analitis) atau bahwa sesuatu yang diusulkan itu harus dilakukan (untuk
eksposisi hortatoris). Eksposisi analitis berkenaan dengan konsep atau teori
tentang sesuatu, sedangkan eksposisi hortatoris berkenaan dengan tindakan yang
perlu dilakukan atau kebijakan yang perlu dibuat. Diterima atau tidaknya
gagasan atau usulan tersebut oleh pihak lain bergantung kepada kuat atau
tidaknya argumentasi yang diajukan.
Teks
eksposisi disusun dengan struktur teks “Pernyataan Pendapat ^Argumentasi^Reiterasi”.
Pernyataan Pendapat
Argumentasi
Pernyataan Ulang
Pendapat
|
Pemimpin
Sosial dan Politik Tidak Harus Mempunyai Pendidikan Formal yang Tinggi
Sudah diketahui oleh
semua orang bahwa pendidikan formal itu penting. Akan tetapi, apakah
seseorang akan menjadi pemimpin sosial atau pemimpin politik yang bagus pada
kemudian hari tidak selalu ditentukan oleh pendidikan formalnya. Diyakini
bahwa pengalaman juga menjadi faktor penentu untuk menuju kesuksesan.
Betul
bahwa pendidikan formal memberikan banyak manfaat kepada para calon pemimpin
atau calon orang terkemuka, tetapi pelajaran yang mereka peroleh dari
pendidikan formal tidak selalu dapat diterapkan di masyarakat tempat mereka
menjadi pemimpin atau menjadi orang terkenal di kemudian hari. Kenyataan
bahwa di sekolah dan di perguruan tinggi, orang hanya “mempelajari” teori,
sedangkan di masyarakat, orang betul-betul belajar untuk hidup melalui
beraneka ragam pengalaman. Pengalaman semacam inilah yang menghasilkan
orang-orang terkemuka, termasuk pemimpin sosial dan politik. Orang-orang
terkemuka dan pemimpin-pemimpin itu lahir dari hal-hal yang mereka pelajari
di masyarakat.
Sekadar menyebut contoh
orang terkemuka atau pemimpin sosial dan politik, kita dapat menunjuk
beberapa nama. Almarhum Adam Malik, konon ia hanya menyelesaikan jenjang
pendidikan dasar tertentu, diangkatmenjadi Wakil Presiden Indonesia bukan
karena pendidikan formalnya, melainkan karena kapasitas yang ia dapatkan dari
belajar secara otodidak. Almarhum Hamka adalah contoh pemimpin lain yang
lahir dari caranya belajar sendiri. Ia juga menjadi pemimpin agama dan
sastrawan terkenal sekaligus karena pengalaman belajar pribadinya, bukan
karena pendidikan formalnya yang tinggi. Bahkan, Einstein tidak mempunyai
reputasi pendidikan formal yang bagus, tetapi melalui usahanya untuk belajar
dan melakukan penelitian sendiri di masyarakat, ia terbukti menjadi ahli
fisika yang sangat termasyhur di dunia.
Dengan demikian,
jelaslah bahwa melalui pendidikan formal orang hanya mempelajari cara
belajar, bukan cara menjalani hidup. Meskipun pendidikan formal diperlukan,
pendidikan formal bukan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh oleh setiap
orang untuk menuju ke puncak kesuksesannya.
|
(Diadaptasi dari Kiat
Menulis Karya Ilmiah dalam Bahasa
Inggris, 2003: 61—62;
Bahasa
Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik, 2013: 103-104)
5.1.7 Diskusi
Fungsi sosial teks
diskusi adalah untuk menyatakan kontroversi sebuah isu dari dua sudut pandang.
Meskipun kedua sudut pandang itu dibeberkan secara seimbang, pencipta teks
dapat berdiri di salah satu sudut pandang atau bersikap netral terhadap isu
yang dimaksud. Apabila pencipta teks berada di salah satu sisi, pembaca atau
pendengar diharapkan mengikutinya, tetapi apabila ia bersikap netral, pembaca
atau pendengar diberi kebebasan untuk memilih sendiri sudut pandang yang
dianggap benar.
Teks
diskusi disusun dengan struktur teks “Isu^Argumentasi Mendukung^Argumentasi
Menentang^Simpulan/Rekomendasi”. Secara umum, ciri-ciri linguistik teks diskusi
hampir sama dengan teks eksposisi.
Isu
Argumentasi
Mendukung
Argumentasi
Menentang
Simpulan/
Rekomentdasi
|
Energi Nuklir harus Dihindari demi Keamanan Lingkungan
Energi
nuklir
pada umumnya ditawarkan sebagai alternatif
untuk mengatasi krisis energi. Debat
apakah penggunaan energi nuklir adalah pilhan yang tepat belum berakhir. Sejumlah orang setuju dengan penggunaan
nuklir karena manfaatnya.
Namun demikian, sejumlah orang yang lain
tidak setuju karena resikonya terhadap
lingkungan. untuk kepentingan
keselamatan lingkungan, energi
nuklir harus dihindari.
Orang-orang
yang setuju dengan pengoperasian rektor nuklir biasanya
berargumentasi bahwa energi yang
diproduksi dari reaktor nuklir dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Reaktor tersebut dapat memproduksi radioisotop yang dimanfaatkan di bidang
medis, industri, dan pertanian. Mereka juga mengklain bahwa energi nuklir adalah satu-satunua pilihan yang layak untuk menjawab kebutuhan energi yang terus-menerus bertambah. Menurut mereka, sumber-sumber energi yang lain:
minyak, batubara, dan gas alam cair
tidak terbarukan dan tidak aman, sedangkan energi nuklir dapat diproduksi secara berkelanjutan dengan cara yang aman.
Sejumlah
pejabat pemerintah juga mengemukakan bahwa energi jenis ini adalah energi yang paling aman dalam
kaitannya dengan lingkungan dibandingkan dengan energi yang takterbarukan yang disebutkan di atas. Mereka
mengklaim bahwa reaktor tersebut
beroperasi atas basis dengan kebocoran
nol, yang berarti bahwa materi
sisa diproses sehingga tidak ada sisa yang dibuang ke lingkungan. Selain itu, mereka yakin,
energi nuklir tidak akan pernah
menyebabkan polusi, tetapi energi yang
lain, khususnya minyak dan batubara, betul-betul menyebabkan polusi.
Namun demikian, orang-orang yang tidak setuju dengan penggunaan energi nuklir, di
pihak lain, terus-menerus
mengkritik bahwa memilihnya sebagai alternatif
yang paling bagus untuk mengatasi kebutuhan
energi yang terus bertambah adalah bodoh. Kebodohan itu dapat dilihat dari pertanyaan mengapa mereka tertarik kepada tenaga nuklir pada saat
masih terdapat berlimpahnya
sumber-sumber energi alam: minyak, batubara, hidroelectrik, termo, dan
sebagainya.
Dalam reaksinya terhadap lingkungan,
mereka menambahkan bahwa pengoperasian tenaga nuklir tidak
masuk di akal. Sejumlah LSM yang memusatkan perhatian
kepada usaha untuk menyelamatkan lingkungan berargumentasi bahwa produk sisa tenaga nuklir betul-betul
menghancurkan lingkungandan kehidupan
manusia. Di pihak lain, betul bahwa jenis
energi yang lain seperti minyak dan batubara menyumbang polusi lingkungan, tetapi sumbangan energi seperti itu masih
dapat ditoleransi. Juga betul bahwa reaktor
nuklir menyediakan energi dalam
jumlah besar, tetapi sumbangan
energi nuklir untuk menghancurkan lingkungan dan kehidupan tdak dapat
ditoleransi. Kebocoran pada sebuah
reaktor, misalnya, mengakibatkan
kontaminasi tanah dan air di bawah inti nuklir, yang membuat kehidupan manusia tidak memungkinkan
sampai sejauh bermil-mil di sekitarnya. Reaktor
itu juga berbahaya bagi kehidupan karena kebocoran radiasinya. Dalam hal ini, sering dikatakan bahwa di
bawah kontrol yang bagus tidak ada produk sisa pecahan dimungkinkan
untuk bocor keluar dari reaktor.
Akan tetapi siapa dapat menjamin ini?
Jelaslah bahwa energi nuklir harus dihindari karena energi nuklir itu
membahayakan lingkungan. Jika kita bersikukuh untuk menggunakannya, sementara
itu radiasinya dikontrol dengan
sangat lemah, maka hal itu akan membunuh kita sendiri cepat atau lambat. Pemerintah harus betul-betul memperhatikan kenyataan
itu dan merevisi pilihan tersebut.
|
5.2 Jenis Teks Fiksi
Seperti telah dinyatakan di atas bahwa genre cerita
adalah genre rekaan. Isi teks tidak didasarkan pada kenyataan yang sesungguhnya.
5.2.1 Rekon
Teks penceritaan pada
genre cerita sama dengan teks penceritaan pada genre faktual. Perbedaannya
terletak pada isi yang dimuat. Di bawah genre faktual, teks penceritaan
didasarkan pada peristiwa nyata, tetapi di bawah genre cerita, teks penceritaan
didasarkan pada peristiwa dalam khayalan.
Karena pada dasarnya
kedua genre penceritaan tersebut sama, struktur teks dan ciri-ciri
linguistiknya pun juga sama. Untuk itu, Anda dapat melihat kembali pembicaraan
tentang teks penceritaan pada genre faktual di atas.
Orientasi
Urutan Peristiwa
Reorientasi
|
Kejadian di Rumah Susun
Hari-hari berjalan seperti biasa.Tetangga
sepasang suami isteri yang tinggal di lantai bawah saya tadi malam
menyelenggarakan pesta bersama teman-teman mereka.
Mereka berkumpul dan beramai-ramai, tetapi
hal itu tidak terlalu mengganggu,
meskipun Jane, isteri saya,
terbangun berkali-kali.
Akan
tetapi, di pagi harinya, ketika saya membuka pintu garasi di lantai dasar,
saya tidak dapat mengeluarkan mobil dari garasi, karena di depan pintu
terdapat mobil lain yang menutupi separo jalan keluar. Padahal, saya harus
mengantarkan Jane ke kantornya. Dugaan saya, itu pasti mobil tamu yang datang
ke pesta tadi malam. Ternyata mobil tersebut bukan milik tamu. Saya menanyakannya
ke sepasang suami isteri itu, tetapi mereka tidak tahu pemiliknya. Lalu saya menelpon
polisi. Ketika polisi datang, polisi itu tidak dapat berbuat apa-apa kecuali
memberikan surat tilang yang diselipkan di wiper depan. Betul-betul
sia-sia. Kami dengan susah payah mendorong mobil itu agar sedikit bergeser.
Akhirnya,
saya dapat mengeluarkan mobil dan mengantarkan Jane ke tempat kerja.
|
(Diadaptasikan dari English Text: System and Structure,
1992:)
5.2.2 Anekdot
Teks anekdot adalah
teks rekaan yang berisi peristiwa yang membuat jengkel atau konyol bagi
partisipan yang mengalaminya. Secara interpersonal, perasaan jengkel dan konyol
seperti itu merupakan krisis yang ditanggapi dengan reaksi dari pertentangan
antara aman/tidak aman, puas/frustrasi, dan tercapai/gagal. Struktur teks
anekdot adalah “Abstrak^Orientasi^Krisis^Reaksi^Koda”.
Abstrak
Orientasi
Krisis
Reaksi
Koda
|
Kejadian di Rumah Susun
Saya
tinggal di rumah susun. Saya mempunyai pengalaman yang memalukan tadi pagi.
Tetangga
sepasang suami isteri yang tinggal di lantai bawah saya tadi malam
menyelenggarakan pesta bersama teman-teman mereka. Tadi malam mereka sangat
gaduh, tetapi tidaklah mengapa. Isteri saya terbangun berkali-kali.
Lalu
tadi pagi terdapat sebuah mobil diparkir di depan jalan keluar kami. Saya
mengira bahwa mobil itu milik seseorang yang ikut pesta tadi malam. Saya
mengetuk pintu tetangga saya itu. Saya ketuk pintunya berkali-kali, tetapi
tak seorang pun keluar. Saya kira mereka masih tertidur karena mereka berpesta-pora
sampai larut malam, sehingga saya ketuk-ketuk terus dengan keras: pintu,
jendela, dan apa pun yang dapat saya ketuk dalam jangkauan. Akhirnya, seorang
laki-laki terbangun dan melongok keluar jendela. Saya menjelaskan persoalan
yang terjadi. Ternyata, pesta tadi malam itun bukan pestanya. Rumah susun ini
terbagi menjadi dua sisi, dan itu adalah pesta orang yang tinggal di sisi
sebelah belakang.
Lelaki itu
terlihat tidak berkenan, karena ia juga tidak dapat tidur semalam, terganggu
oleh pesta tetangga di sisi sebelah lain itu!
Saya masih
belum tahu mobil siapa yang menghalangi jalan keluar kami itu.
|
5.2.3 Eksemplum
Teks eksemplum adalah
teks rekaan yang berisi insiden yang menurut partisipannya tidak perlu terjadi.
Secara interpersonal, partisipan menginginkan insiden itu dapat diatasi, tetapi
ia tidak dapat berbuat apa-apa. Struktur teksnya adalah “Abstrak^Orientasi^ Insiden^Interpretasi^Koda”.
Abstrak
Orientasi
Insiden
Interpretasi
Koda
|
Saya mempunyai pengalaman gila pagi tadi.
Tetangga
sepasang suami isteri yang tinggal di lantai bawah saya tadi malam
menyelenggarakan pesta bersama teman-teman mereka. Tadi malam mereka sangat
gaduh, tetapi tidaklah mengapa. Isteri saya terbangun berkali-kali.
Pagi tadi, ada sebuah mobil yang diparkir di depan
pintu garasi, sehingga menghalangi pintu keluar mobil saya. Saya kira mobil
itu milik seseorang yang mengikuti pesta tadi malam. Saya mengetuk pintu
tetangga itu dan menanyakan hal ini kepada mereka, tetapi mereka tidak tahu. Saya bertanya kepada
tentangga yang lain, sebelum saya menelpon polisi, dengan harapan polisi
dapat menindak pemilik mobil dan menyingkirkan mobilnya.
Namun demikian, meskipun polisi
itu datang dengan cepat, polisi itu tidak dapat berbuat banyak. Polisi itu hanya
dapat memberikan surat tilang yang diselipkan di wiper depan.
Pengalaman ini sungguh gila. Seseorang memarkir mobil
di depan pintu garasi dan menghalangi jalan keluar mobil saya. Saya hanya
dapat menunggu sampai pemilik mobil datang dan memindahkannya. Kalau saya
memindakan mobil itu, saya harus masuk secara paksa ke dalamnya, lalu
membebaskan rem tangan, sebelum didorong ke tempat lain. Gila.
Mobil sial itu masih berada di situ sampai siang.
|
(Diadaptasikan
dari English Text: System and Structure,
1992: 567)
5.2.4 Naratif
Teks naratif adalah
teks rekaan yang berisi komplikasi yang menimbulkan masalah yang memerlukan
waktu untuk melakukan evaluasi agar dapat memecahkan masalah tersebut. Teks
naratif pada umumnya dijumpai pada dongeng, hikayat, cerita pendek, atau novel.
Struktur teksnya adalah “Abstrak^Orientasi^Komplikasi^
Evaluasi^Resolusi^Koda”.
Abstrak
Orientasi
Komplikasi
Evaluasi
Resolusi
Koda
|
Cinderela
Dahulu kala, ada seorang gadis remaja yang bernama
Cinderela. Ia tinggal bersama ibu tiri dan kedua saudara tirinya, yang juga
gadis remaja.
Ibu tirinya, bahkan kedua saudara tirinya, mempunyai
sifat-sifat yang tidak terpuji. Cinderela diperlakukan
secara tidak adil oleh mereka semua. Ia disuruh bekerja keras, seperti
memasak, mencuci pakaian, membersihkan lantai, dan pekerjaan rumah tangga
yang lain. Sebaliknya, kedua saudara tirinya itu tidak mengerjakan apa-apa.
Bahkan, mereka dimanjakan oleh ibu tiri itu dengan berbagai kemewahan.
Pada suatu hari, seorang Pangeran mengadakan pesta di
istana keraaan. Kedua saudara tirinya mendapat undangan ke pesta itu. Sebelum
berangkat ke pesta mereka melakukan berbagai macam persiapan. Mereka membeli
baju baru, sepatu baru, dan tas baru. Sayang sekali, Cinderela tidak
diperbolehkan pergi ke pesta. Ia hanya dapat menangis.
“Cinderela, mengapa kamu
menangis?”
Seorang Nenek Tua bertanya. Ia terkejut, seorang nenek
tiba-tiba berada di depannya dan menghapirinya dengan penuh kasih sayang.
“Karena aku tidak dapat
pergi ke pesta Sang Pangeran”. “O, begitu”,
kata Nenek Tua, “ya, aku tahu kamu selalu dipaksa untuk
bekerja keras, dan sekarang kamu tidak
diperbolehkan pergi ke sana. Lagi pula, kamu juga tidak mempunyai baju
yang bagus. Tidak seperti saudara tirimu yang memakai baju baru.”
Sangat ajaib, begitu Nenek tua berhenti berbicara,
keluarlah dari tangannya sepasang sepatu kaca yang indah. Dipakailah sepatu
itu oleh Cinderela. Ia juga diberi pakaian baru yang indah. Dalam sekejap,
Cinderela berubah menjadi seorang gadis remaja yang sangat cantik.
“Cinderela”, kata Nenek Tua; “sekarang kamu dapat pergi ke pesta”.
Di pesta itu, Cinderela menari-nari dengan lincah.
Betapa ia tampak sangat cantik dengan sepatu kacanya itu. Setiap orang
terperangah terhadap penampilannya, termasuk Sang Pangeran. Sampai tak
terasa, pesta berlangsung sampai larut malam. Pada saat semua orang pulang,
Cinderela berbegas berlari dan sepatunya terlepas sebelah. Sepatu itu ditemukan
dan disimpan oleh Sang Pangeran.
Setelah beberapa hari berselang, Sang Pangeran
mengumumkan bahwa ia akan menikahi gadis yang telapak kakinya seukuran dengan
sepatu kaca yang ia temukan di pesta itu. Gadis-gadis cantik berlomba-lomba
mencoba sepatu itu. Tak ketinggalan, kedua saudara tiri Cinderela juga mencoba,
tetapi gagal, karena ukuran sepatu itu tidak pas. Ternyata, hanya Cinderela
yang telapak kakinya sesuai dengan ukuran sepatu itu.
Akhirnya, Sang Pangeran menikah dengan Cinderela.
Mereka hidup berbahagia selamanya.
|
(Diceritakan kembali dari berbagai sumber)
Dishare oleh Sudarto