BERLATIH TANPA KENAL MENYERAH ADALAH CIRI PRIBADI YANG SUKSES DIMASA DEPAN

Tuesday, September 12, 2017

GURU TIDAK PROFESIONAL AKAN GIGIT JARI

SUDARTO HADINEGORO

Guru adalah praktisi profesional Hal ini sesuai dengan Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 yang mengamanatkan guru untuk lebih professional. Keprofesionalan guru dapat dilaksanakan  dengan cara publikasi dan karya inovasi dalam kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya. Pemberlakuan permenpan tersebut dapat menjadi kendala bagi sebagian besar guru.

 Namun, perlu direnungkan bahwa kendala adalah tantangan, bukan rintangan dan siapa yang sanggup menghadapi tantangan dialah yang lebih profesional.

Guru sering dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan. Bahkan kalau tolok ukur keberhasilan pendidikan adalah hasil Ujian Nasional, mantan Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Indra Jati Sidhi  dalam suatu rakor di LPMP Jawa Tengah (2009) mengatakan, “Masalah UN adalah masalah Guru.” Pernyataan tersebut mensiratkan bahwa berhasil tidaknya hasil UN tergantung pada kompetensi gurunya.

Lebih jauh lagi Indra Jati Sidhi mengatakan bahwa dari hasil UN juga dapat dipetakan kompetensi guru. Guru yang kompetensinya rendah, kurang professional, tergambarkan dengan rendahnya prestasi siswa.

Pernyataan tersebut memang ada benarnya, biarpun pada dasarnya masih banyak komponen lain yang ikut berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Namun, menjadi sangat jelas bahwa guru merupakan komponen yang sangat strategis dalam peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu,banyak pihak yang menaruh harapan besar terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

            Di dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional. Sebagai tenaga profesional guru berfungsi untuk meningkatkan martabat sedangkan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dalam kaitan itu guru dituntut senantiasa untuk meningkatkan kompetensi  dan kualifikasi pendidikannya sesuai dengan PP Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru yang menuntut guru untuk memiliki pendidikan relevan dengan yang diampunya,dan memiliki kompetensi antara lain: Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Profesional dan Sosial.

            Guru yang professional adalah guru  yang memiliki kemampuan profesional. Keprofesian guru dalam kegitan pembelajaran ditunjukkan dengan kemampuan merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan kegiatan belajar mengajar, menilai kemajuan belajar,  menafsirkan hasil penilaian kemajuan belajar serta memanfaatkannya untuk program perbaikan dan pengayaan.

            Guru yang professional bercirikan  kemandirian dalam melaksanakan tugas profesinya. Guru yang mandiri akan selalu merefleksi atas apa yang telah dilakukannya dan hasilnya untuk ditindaklanjuti. Refleksi merupakan kegiatan telaah terhadap keseluruhan informasi yang telah diperoleh dari pelaksanaan rencana tindakan. Sedangkan tindak lanjut  merupakan kegiatan lanjutan yang harus dilakukan apabila hasil refleksi menunjukkan bahwa tujuan belum berhasil seperti yang diharapkan. Di sinilah arti pentingnya penguasaan penelitian tindakan kelas bagi guru.

            Menurut  Sukarman(1999) dalam Sukidin (2008) guru dituntut menguasai sepuluh pengetahuan dasar, yaitu: (1) mengembangkan kepribadian, (2)menguasai landasan pengetahuan, (3) menguasai bahan pengajaran,(4) menyususn program pengajaran,(5) melaksanakan program pengajaran, (6) menilai proses dan program pengajaran,(7) menyelenggaran program bimbingan,(8) menyelenggarakan admiinistrasi sekolah,(9) berinteraksi dengan teman sejawat dan masyarakat, dan (10) menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.

            Kemampuan meneliti merupakan cerminan guru  yang profesional. Seorang guru belum dapat dikatakan profesional apabila belum dapat melakukan penelitian. Penelitian yang cocok dengan profesi guru adalah penelitian tindakan kelas.

 Berdasarkan Permen Pan dan RB Nomor 16 tahun 2009, bab V Pasal 11  unsur dan sub unsur kegiatan Guru yang dinilai angka kreditnya bahwa seorang guru untuk naik pangkat dan jabatan fungsionalnya salah satu  unsur yang meloloskannya adalah terpenuhinya angka kredit unsur pengembangan keprofesian berkelanjutan sub unsur publikasi dan karya inovasi. Sub unsur ini dipersyaratkan mulai dari golongan III/b yaitu 3% dari unsur publikasi dan karya inovasi. Publikasi ilmiah meliputi publikasi  atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada  pendidikan formal dan publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru.

 Seorang guru mulai dari golongan IIIb tidak pernah melakukan penelitian tindakan kelas, tidak akan naik pangkat dan jabatan fungsionalnya. Bahkan dapat dikenai sanksi pengurangan jam mengajar karena dinilai berkinerja rendah. Di sini Permenpan dan RB dapat menjadi kendala bagi guru untuk mendapatkan tunjangan profesinya.

Namun,kenyataan yang ditemui bahwa kemampuan guru dalam meneliti dan menulis laporan penelitian tindakan kelas masih memprihatinkan.  Andreas Priono (2002) menengarai kendala-kendala yang dihadapi adalah berpikir reflektif di kalangan guru belum membudaya  dan lemahnya pemahaman guru tentang konsep dan prinsip tindakan kelas.  

Sukidi(2008) menambahkan kendala yang lain, yaitu: (1) tidak ada pembimbing.(2) adanya mentalitas guru yang suka pada kemapanan daripada mengikuti perkembangan dan (3) tidak tersedianya dana untuk penelitian. Termasuk di dalam kendala tersebut menurut penulis tentunya budaya baca di kalangan guru masih rendah.

   Bagaimanakah solusinya mengingat gong Permenpan 16 tahun 2009 sudah dibunyikan?    Program Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) yang dimulai tahun 2008 sampai tahun 2013 yang tersebar di 75 Kabupaten/Kota di 16 provinsi agaknya menjadi solusi terhadap tuntutan profesionalisme guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas.

Salah satu tujuan  strategis Program BERMUTU  adalah penguatan peningkatan mutu dan profesional guru secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam program Bermutu ini disiapkan Bahan Belajar Mandiri Model BERMUTU untuk bidang studi  yang dirancang dengan mengintegrasikan pendekatan studi kasus, lesson study, dan penelitian tindakan kelas. Dengan studi kasus guru dapat membiasakan berpikir reflektif mengkaji kelemahan-kelemahan dan  mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul pada proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Permasalahan yang sudah teridentifikasi dibicarakan dalam kelompok lesson study  untuk dikaji bersama,direncanakan ulang, dipraktikan dan diobservasi. Hasil kegiatan lesson study dituliskan dalam bentuk laporan penelitian tindakan kelas.  Untuk pemahaman konsep dan prinsip tindakan kelas guru-guru dapat belajar mandiri dengan mempelajari BBM dan modul suplemen.

   Pemerintah telah memanjakan guru yang tergabung dalam MGMP/KKG mitra Program Bermutu  dengan memberikan dana blockgrant. Dengan dana bantuan tersebut pengurus dengan arahan guru pemandu dapat memfasilitasi anggota dengan mendatangkan nara sumber baik nara sumber tingkat DCT, PCT, NCT, maupun dari LPTK. Biaya yang ditimbulkan dari kegiatan  menghadirkan nara sumber untuk  pembimbingan dianggarkan pada dana blockgrant. Guru-guru yang tergabung dalam kelompok kerja dapat mengikuti pelatihan dan pembimbingan penulisan PTK.

            Adanya mentalitas guru yang suka pada kemapanan daripada mengikuti perkembangan merupakan satu kendala yang sering ditemui hampir di setiap sekolah dan  kelompok MGMP. Dahulu rekan-rekan guru dapat berkilah  nanti belum waktunya, tidak bisa,susah, tidak tersedia dana, hasilnya tidak berpengaruh terhadap KBM dan ada juga yang deng.an jujur menjawab, “Naik pangkat dengan pengembangan profesi atau tidak  gajinya sama saja”  Mentalitas yang demikian juga tergambarkan ketika ada ajakan penelitian, misalnya, tidak ada waktu, penelitian hanya menambah pekerjaan saja, saya hanyalah guru swasta penelitian tidak ada manfaatnya untuk peningkatan karir saya, berbeda kalau  PNS bisa untuk pengajuan angka kredit guru dan masih banyak alasan pembenar lainnya.

Kondisi mentalitas yang demikian pada dasarnya tercipta karena kurangnya penghargaan terhadap keprofesian guru. Kenaikan jabatan guru yang dapat diartikan semakin tinggi jabatan seorang guru maka semakin tinggi pula tingkat keprofesiannya,  pada kenyataannya sesuai dengan Kemenpan 83 tahun 1993 proses pengajuan pangkat dan jabatan itu, yang menggunakan pengembangan profesi  baru pada golongan IVa naik ke golongan IVb Hal ini menjadikan guru jarang meneliti dan menulis.

Namun, dengan diberlakukannya Permenpan dan RB Nomor 16 tahun 2009  yang efektif  berlaku pada tahun 2013, nantinya tidak ada guru yang tidak menulis semua guru harus mahir menulis. Hal itu tergamabarkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan mulai dari IIIb seorang guru harus menyertakan unsur pengembangan profesi sub unsur pengembangan diri, publikasi dan karya inovasi. Salah satu unsur publikasi yaitu menulis karya tulis ilmiah  berupa penelitian tindakan kelas. Guru non PNS pun harus menyesuikan diri dengan tuntutan sertifikasi guru. Dengan demikian mentalitas guru yang suka pada kemapanan dan alergi terhadap perubahan akan terkikis oleh sistem yang lebih menghargai keprofesian guru.

            Budaya membaca yang rendah juga menjadi kendala dalam penulisan penelitian tindakan kelas. Ironisnya kebiasaan membaca untuk memperkaya khazanah keilmuan pembelajaran (pendidikan) masih rendah di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan kita (BBM Jurnal Belajar, 2011:12). Oleh karena itu,guru merasa kesulitan dalam menentukan model pembelajaran dan menuliskan  kajian teori penelitian tindakan kelas yang tepat. Tidak dimilikinya wawasan keilmuan tentang objek yang diteliti juga dikarenakan sebagian besar guru tidak memiliki koleksi buku referensi atau buku penunjang. Wawasan keterbacaan menjadi dangkal, lalu apa yang akan dituliskannya?

            Membaca dan menulis saling terkait. Pernyataan dari Gordon Smith, politikus Inggris abad ke -18, menarik untuk disimak (Romli,2009 dalam Kuncoro, Mudrajat, 2009):

            “Membaca tanpa menulis,ibarat memiliki harta dibiarkan menumpuk tanpa dimanfaatkan. Menulis tanpa membaca,ibarat mengeduk air dari sumur kering. Tidak membaca dan juga tidak menulis,ibarat orang berharta jatuh ke dalam sumur penuh air.”

            Maka sudah sewajarnya seorang guru menyadari bahwa zaman berubah, paradigma dalam pendidikan juga banyak perubahan. Banyak  teori, pendekatan-pendekatan pembelajaran, dan model-model pembelajaran bermunculan dengan pesatnya. Apabila seorang guru tidak gemar membaca sama halnya akan ketinggalan informasi maka guru harus mereformasi diri, dengan kesadaran sendiri, pengetahuan yang dimiliki harus segera mendapatkan  penyegaran. Dengan insentif sertifikasi yang diterimanya, guru dapat mengalokasikan untuk pembelian buku demi peningkatan kompetensi secara keilmuan.

            Penciptaan suasana yang kondusif terhadap tumbuh kembangnya budaya menulis dari berbagai pihak perlu diupayakan. Pelatihan-pelatihan perlu digalakkan. Menciptakan wadah publikasi ilmiah melalui jurnal ataupun buletin harus segera terwujud. Koordinator PKB Kabupaten harus segera mengadakan pelatihan PTK terbimbing kepada rekan-rekan guru yang sudah lama menduduki pangkat dan jabatan IV/a. Dengan pelatihan terbimbing akan memudahkan rekan-rekan menghasilkan PTK.

Pemberlakuan Permenpan dan RB Nomor 16 tahun 2009 adalah tantangan, bukan rintangan dan siapa yang sanggup menghadapi tantangan dialah yang lebih professional dan diberi penghargaan tunjangan profesi. Guru yang tidak profesiaonal akan gigit jari.