BERLATIH TANPA KENAL MENYERAH ADALAH CIRI PRIBADI YANG SUKSES DIMASA DEPAN

Thursday, September 14, 2017

CIRI-CIRI MENSYUKURI RAHMAT ALLAH



CIRI-CIRI MENSYUKURI RAHMAT ALLAH
Oleh: N. Fredy Franmoko

Memperoleh rahmat dari Allah Swt merupakan suatu anugerah yang besar. Karena itu, menjadi keharusan bagi kita untuk mensyukurinya. Namun, sebagaimana kita ketahui, mensyukuri segala sesuatu bukanlah sekadar mengucapkan alhamdulillah, tapi kita harus manfaatkan segala anugerah dari Allah itu untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam kaitan ini, maka kita harus membuktikan diri sebagai orang yang bersyukur atas rahmat yang diberikan Allah kepada kita dengan memiliki sikap dan prilaku sebagaimana yang disebutkan Allah tentang orang-orang yang memperoleh rahmat-Nya.
1. Sabar   
Dalam kehidupan orang yang beriman merupakan sesuatu yang pasti dan biasa terjadi, baik ujian berupa hal-hal yang menyenangkan atau malah sebaliknya bila dilihat dari sudut pandang duniawi. Apabila ujian yang tidak menyenangkan menimpa diri orang yang memperoleh rahmat dari Allah, maka dia menghadapinya dengan penuh kesabaran. Sabar dalam arti tetap bertahan dalam kebenaran sehingga meskipun kesulitan menerpa kehidupannya, dia tidak akan sampai putus asa lalu menghalalkan segala cara dalam upaya mengatasi kesulitan hidup. Inilah ciri penting dari orang yang telah memperoleh rahmat dari Allah Swt sebagaimana firman-Nya yang artinya:

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS Al Baqorah: 155-157).


2. Berlaku Lemah Lembut
Da’wah merupakan kewajiban bagi setiap muslim setiap kemampuan dan potensinya masing-masing. Dalam da’wah, tentu harus berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain, karena da’wah pada hakikatnya adalah mengkomunikasikan ajaran Islam kepada orang lain agar terjadi perubahan pada orang tersebut, baik pemahaman, sikap maupun prilaku sebagaimana yang dikehendaki. Agar da’wah bisa diterima oleh orang lain, maka kita amat dituntut untuk berlaku lemah lembut dan orang yang telah memperoleh rahmat dari Allah Swt, niscaya bisa berlaku lemah lembut dalam sikap dan tingkah lakunya terhadap orang lain, Allah Swt berfirman  dalam yang artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS Ali Imron :159).

3. Tidak Mengikuti Syaitan
Syaitan merupakan musuh utama orang beriman dalam kehidupan di dunia ini. Karena itu, jangan sampai seorang mu’min mengikuti apa yang dikehendaki oleh syaitan, ini merupakan konsekuensi penting bagi seseorang yang ingin mencapai kedudukan muslim yang kaffah atau menyeluruh. Allah berfirman yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah::208)”.

 Bagi orang yang memperoleh rahmat dari Allah Swt, maka dia tentu akan menjadi orang yang tidak akan mengikuti keinginan-keinginan syaitan meskipun bila mengikutinya dia akan memperoleh keuntungan yang bersifat duniawi, Allah Swt berfirman yang artinya:

Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (diantamu) (QS An Nissa:83)”.

4. Tidak Sesat
Kesesatan dari jalan kehidupan yang benar sebagaimana yang ditentukan oleh ajaran Islam merupakan sesuatu yang amat buruk. Orang yang sesat akan selalu cenderung pada perbuatan yang merugikan dirinya maupun orang lain, selalu mengarah pada kejahatan dan bernilai dosa, bahkan dengan sebab kesesatan, Allah Swt membinasakan suatu kaum, yakni kaun Tsamud sebagaimana yang dikemukakan Allah dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Dan adapun kaum Tsamud (kaum nabi Soleh) maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan (QS Fussilat:17). Karena betapa hinanya hidup dalam kesesatan dan Allah amat murka kepada orang yang menempuh jalan yang sesat, maka syaitan selalu berusaha 24 jam setiap harinya dalam upaya menyesatkan manusia, dan sudah banyak manusia yang berhasil disesatkan, karenanya kita harus berfikir keras agar kita tidak disesatkan syaitan, hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagian besar diantaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (QS Yaasiin:62).
Apabila seseorang telah memperoleh rahmat dari Allah Swt, maka dia tidak akan berhasil disesatkan oleh syaitan dan orang-orang yang mengikuti syaitan, bahkan mereka hanya menyesatkan diri mereka sendiri, Allah berfirman yang artinya:
“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun (QS An Nisaa: 113).

5. Senang Pada Persatuan
Ciri penting lain yang disebutkan Allah di dalam Al-Qur’an tentang orang yang memperoleh rahmat dari Allah adalah senang pada persatuan, sehingga orang yang senang pada persatuan itu selalu menyelesaikan dan mengatasi perbedaan dan persoalan dengan merujuk kepada sumber Islam itu sendiri yakni Al-Qur’an dan sunnah. Allah Swt tidak menciptakan manusia seperti robot yang dengan mudah bisa disatukan, tapi Allah menciptakan manusia dengan potensi yang dimilikinya berupa hati, akal dan panca indra untuk berfikir dan menentukan sikap.Dalam kenyataan, kita rasakan dan kita lihat betapa banyak manusia yang belum memperoleh rahmat dari Allah Swt sehingga yang terjadi, manusia malah cenderung pada memperbesar perbedaan perdapat hingga bercerai berai, bukan mencari titik temu dan bersatu padu. Karena itu, apabila seseorang telah memperoleh rahmat dari Allah Swt, niscaya mereka senang pada persatuan dan selalu mencari titik temu dengan rujukan Al-Qur’an dan sunnah dalam menghadapi perbedaan pendapat diantara sesama manusia, apalagi sesama muslim, hal ini difirmankan Allah yang artinya:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telahg ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya” (QS Huud: 118-119).

6. Tidak Mengikuti Hawa Nafsu
Setiap manusia diberikan oleh Allah nafsu atau berbagai keinginan dalam hidupnya di dunia ini. Bagi seorang muslim, berbagai keinginan dalam hidup ini hanya akan dituruti manakala keinginan itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Hal ini karena, apabila seseorang selalu menuruti segala keinginannya, termasuk keinginan yang tidak benar, maka hal itu berarti telah menuhankan hawa nafsunya yang selalu cenderung pada kesesatan, Allah berfirman yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran (QS Al Jaatsiah: 23). Karena itu, bagi orang yang memperoleh rahmat dari Allah Swt, niscaya dia tidak akan mengikuti begitu saja keinginan hawa nafsunya, tapi dia akan mengendalikannya secara baik sehingga segala keinginan dicapai dan dipenuhi dengan cara-cara yang dibenarkan Allah Swt, misalnya nafsu terhadap harta diperoleh harta yang banyak dengan usaha yang halal, nafsu seksual dilampiaskan melalui jalur pernikahan yang merupakan penghalalan bagi keinginan seksual dan begitulah seterusnya. Nafsu yang terkendali dengan baik inilah yang kemudian disebut dengan nafsu yang diberi rahmat oleh Allah Swt sehingga orang yang memperoleh rahmat Allah mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan baik, Allah berfirman yang artinya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (QS Yusuf:53).