4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6 ataukah 6 x 4? Itulah kehebohan tentang operasi perkalian dalam matematika sekolah dasar baru-baru ini yang muncul dimedia social. Berawal dari pekerjaaan rumah seorang anak SD yang didapat dari gurunya dan dalam penyelesaiannya dibantu oleh saudaranya yang sedang duduk dibangku kuliah. Sang saudara tidak terima karena nilai yang didapat oleh adiknya ternyata tidak memuaskan dan mengunggah dimedia sosialnya dan melibatkan para professor dari LPTK ternama dalam perdebatan perbedaan konsep itu, menurut versi sebuah media online. Sang Kakak tidak terima karena menurut sang kakak bahwa bagaimanapun prosesnya yang penting hasilnya sama yaitu 24.
Dari kacamata sang guru konsep operasi matematika seperti diatas tentu mengandung makna dan nilai filosofi yang harus dipetik. Harus ada moral value yang harus ditanamkam kepada semua anak didiknya untuk dijadikan bekal dalam kehidupan sosialnya dimasa depanya. Dan inilah yang sedang kita rasakan bersama betapa bangsa ini bergitu rapuh bukan lain karena anak bangsa ini sudah mulai melupakan nilai-nilai moral dari sebuah tindakan. Kurikulum 2013 yang baru diterapkan dan baru berlangsung seumur jagung mengisyaratkan bahwa pendidikan saat ini sudah bergeser dan menekankan pada perubahan sikap diantaranya sikap spiritual dan sikap sosial selain dua sikap lain yaitu pengetahuan dan ketrampilan.
Ada dua versi pemahaman tentang konsep operasi perkalian dalam matematika. Satu sisi mengatakan bahwa 4 x 6 adalah sama dengan 6 x 4, satu sisi mengatakan bahwa hal itu beda. Dikaitkan dengan ‘tujuan’ kita mempelajari sesuatu maka kita akan tahu perbedaan dari pola-pola diatas, kapan harus menuliskan 4 x 6 dan 6 x 4.
Saat kita sakit dan pergi ke dokter kita akan menerima resep minum obat dari dokter. Lazimnya sang dokter menuliskan dalam resepnya atau dalam label obatnya agar kita meminun obatnya 3 x 1 sehari. Pengertiannya pagi meminum satu obat, siang meminum satu obat dan sore atau malam satu obat lagi, itulah artinya 3 x 1. Anda bisa membayangkan apa jadinya orang yang sedang sakit kemudaian mendapat lima jenis obat. Apabila pemahmanya terbalik maka pasien akan memakan 15 butir obat dalam satu waktu, matilah si pasien.
Dalam sebuah kegiatan pembelajaran bukan hanya berorientasi pada hasil yang harus benar tetapi juga memahami apa makna dari sebuah operasi atau seperti diatas. Artinya adalah mengapa seseorang melakukan dengan cara tersebut tentu ada makna atau value yang dikandung didalamnya.
Lebih jauh lagi secara prinsip kurikulum 2013 kegiatan pembelajaranya merupakan proses yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan. Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum agar setiap individu mampu menjadi PEBELAJAR MANDIRI sepanjang hayat.
Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup.
Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu kegiatan pembelajaranya berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.
Guru memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang membawa peserta didik kepemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.
by ed1sa@sept_2017